Sabtu, 25 Desember 2010

Prespektif dalam Mimpi

Terkadang prespektif Saya hanya mengutuk bahwa  suatu mimpi ini terbesit ketika Saya terjatuh. Yah, tepatnya seperti itu. Ketika Saya berjalan pada keterpurukan lalu bercermin pada peristiwa tersebut, rasa – rasanya hanya mimpi itu lenyap. Lenyap seketika dalam ingatan ini bahwa persepsi itu ada dan muncul ketika melirik orang lain. Melirik dalam artian ini tidak seketika dalam prespektif terminology fisik semata, namun yang Saya lihat adalah Attitude.
Attitude sebuah  kunci terminology dalam psikologi sosial. Sikap secara relatif melekat pada manusia dan perilakunya. Tidak seperti kepribadian, sikap dapat berubah sebagai sebuah fungsi dari pengalaman, Terdapat teori - teori yang membahas perubahan sikap, seperti Dissonance-reduction theory dan Self-perception theory. Yang menjadi perdebatan dalam teori perubahan sikap adalah mengenai perubahan sikap menyebabkan perubahan perilaku, atau sebaliknya.
Perdebatan teori tersebut dapat Saya petik  bagaimana seseorang itu dapat bersikap sebagaimana seseorang itu berfikir dan diterapkan dalam naungan pendirian yang permanen. Mengenai perubahan sikap, yang saya pandang bagaimana seseorang itu dapat mengkondisikan “Diri Sendiri” kapan pun, dimanapun, bagaimanapun, dengan siapapun dan disaat apapun seseorang itu dapat menelaah pandangannnya itu dan merefleksikannya dalam suatu sikap yang santai dapun berbobot.
Ditinjau dari Social cognition atau kognisi sosial adalah sebuah cabang ilmu psikologi yang mempelajari proses kognitif yang terjadi dalam interaksi sosial. Kognisi sosial menggunakan media dan asumsi dari psikologi kognitif untuk mempelajari bagaimana manusia memahami dirinya sendiri dan sesama dalam komunitas dan situasi-situasi sosial. Sebagai contoh, topic kognisi social berhubungan dengan bagaimana manusia memilih, menginterpretasi, mengingat, dan bertindak dalam informasi social seperti bahasa, ekspresi wajah, consensus kelompok, dan sikap-sikap, kepercayaan kelompok.
Interaksi ini hanya sebagian besar dari waktu manusia yang terbuang untuk hidupnya. Karena Saya kira interaksi dengan orang lain itu adalah suatu cirri manusia sebagai mahluk sosial. Namun alur individualis yang terbentuk manusia menenggelamkan interaksi ini dan hidup terdiam sejauh mana dia menafsirkan tanpa manusia lain. Manusia memilih interaksinya itu sebagai keberlanjutan alur kehidupannya bagaimana manusia itu dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri ataupun orang lain.
 Menginterprestasikan potensinya sebagai luapan dari sindikat pemikiran diotak ini tidaklah semata – mata menjadi menyaluran bakat saja. Namun lebih tepatnya Saya melihat itu sebagai bentuk perencanaan pemikiran seseorang sebelum dia bertindak ketika kita mencermati seberapa jauhkah waktu ketika dia berbicara dengan peristiwa tersebut. Bilapun rentang waktunya tidak dapat terhitung, itu lah diri reflek dari manusia itu sendiri. Karena tindakan itu tidak terencana oleh motorik manusia. Apa yang ada dalam represi ingatan itulah yang sebenarnya.
Banyak para psikolog sosial menggunakan konsep sikap (attitude) untuk memahami proses mental atau kognitif. Psikologi sosial sebagai studi tentang sikap, yang berarti sebagai proses mental individu yang menentukan tanggapan aktual dan potensial individu dalam dunia sosial. Sikap merupakan predisposisi perilaku. Beberapa teori yang melandasi perpektif ini antara lain adalah Field Theory, Concistency Attitude, and Attribution Theory, dan Teori Kognisi Kontemporer.
Setelah mempelajari chapter ini, Saya mengetahui bahwa sikap kita mempengaruhi cara Saya dalam menilai, memahami, atau membuat keputusan. Sikap kita adalah salah satu unsur dari interaksi sosial yang ada. Dalam interaksi sosial, khususnya dimasa depan Saya, Saya akan membuat penilaian, pemahaman, dan membuat keputusan. Interaksi sosial dimasa depan akan semakin kompleks karena mengandung banyak unsure salah satunya adalah Mimpi.
Tidaklah mudah kita bermimpi ketika fikiran kita tidak seimbang dengan psikologis kita. Tetap berjalan dalam naungan hidup yang bungkam dan mati akan filsafat jika kita tidak menelaahnya sebagai suatu ilmu yang positif. Sesuatu akan menjadi positif ketika sesuatu itu dapat kita maknai sebagaimana kita percaya bahwa mimpi kita positif dan masa depan kita adalah positif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar